Sabtu, 18 Juni 2011

Menumbuhkan Minat Baca pada Anak


Bagaimana menumbuhkan kecintaan membaca pada anak?

Sebagai orangtua atau pendidik, kita sering kali bertanya adakah cara yang paling efektif untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap membaca?

Jawabnya adalah tidak ada.

Berdasarkan hasil penelitian tentang minat membaca anak diketahui bahwa ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kecintaan anak pada membaca dan seluruhnya adalah satu kesatuan yang utuh.

Berikut adalah cara-cara yang dapat kita contoh:

* Memberikan contoh

Di setiap masa perkembanganya cara belajar anak yang paling utama adalah dengan cara mencontoh. Sehingga, bila kita hendak menumbuhkan kecintaan membaca pada anak kita, sebaiknya kita pun memiliki dan menampilkan kecintaan terhadap membaca. Hal yang paling sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan memilih membaca Koran di ruang keluarga setiap pagi dan bukan menonton berita di televisi. Anak-anak akan melihat dan walaupun mereka tidak tahu dengan pasti apa yang kita baca, tetapi mereka dapat dengan nyata melihat bahwa kita membaca.

* Membangun kebiasaan membaca dalam diri kita

Kita tentu ingat pada pepatah seperti “kita bisa karena biasa” atau “practice makes perfect”, keduanya seakan memberitahukan bahwa proses pengulangan aktivitas akan menimbulkan jejak memori pada otak, termasuk untuk proses ingatan dan emosi. Semakin sering anak melihat kita membaca maka akan semakin tertarik dia untuk mengetahui apa yang sedang kita lakukan. Ketertarikan ini kemudian hendaknya kita tanggapi dengan melibatkan anak dalam kegiatan membaca kita, sehingga ia akan semakin tertarik dengan aktivitas membaca.

* Menciptakan suasana kondusif saat membaca

Menciptakan suasana yang bahagia dan penuh kasih sayang saat membaca sangat diperlukan untuk membangun jejak memori terutama yang melibatkan emosi.

Mengapa?

Karena berdasarkan penelitian terdahulu, sekitar 60% dari proses pembelajaran melibatkan amigdala (merupakan pusat emosi yang dimiliki manusia) dalam otak. Contoh sederhana mengenai hal ini adalah jawaban anak ketika ditanya apa yang dilakukanya saat liburan. Anak kemungkinan akan menjawab dengan cerita kebahagiannya ketika diajak berwisata ke taman safari oleh kita.

Bagaimana caranya menciptakan suasana kondusif saat membaca?

Hmm.. sederhana sekali. Kita hanya perlu santai, menjadi diri kita sendiri, dan tersenyum. Sebagai contoh, saat sedang dalam perjalanan di mobil. Kita bisa memangkunya atau duduk disebelahnya kemudian mengeluarkan beberapa buku cerita, memintanya memilih mana yang disukai lalu perlahan bersama-sama membaca halaman demi halaman dari buku tersebut.

* Penghargaan atas minat anak

Bila anak sudah mulai menunjukkan ketertarikkannya terhadap membaca, apa itu berarti tujuan kita sudah tercapai dan tugas kita selesai??

Upst! Ternyata tidak.

Ketika ia sudah mulai menujukkan ketertarikan terhadap membaca maka sebaiknya kita memberikan pengahargaan kepadanya supaya ketertarikan tersebut bertahan dan berubah menjadi kebiasaan positif, yaitu kebiasaan membaca.

Bagaimana cara? Bermacam cara dapat dilakukan. Dari yang paling sederhana dengan cara selalu menemaninya membaca atau menjadi teman diskusi bacaannya bila anak sudah dapat diajak berdiskusi. Hingga cara yang paling kompleks yaitu membantunya mengkordinir book club sederhana yang beranggotakan teman-teman anak kita yang juga punya hobi membaca.

Sejak kapan usaha kita sebaiknya dimulai?

Waw! Ternyata sederhana sekali cara untuk menumbuhkan kecintaan anak pada membaca. Hmmm, kira-kira kapan sebaiknya kita mulai ya?

Jawabnya adalah SEKARANG.

Ya, sekarang adalah saatnya.

Bahkan kita dapat menumbuhkan kecintaan anak pada membaca sejak bayi dalam kandungan. Kita perkenalkan suara dan perubahan intonasi kita saat membaca buku cerita. Ketika ia sudah mulai berusia 3 bulan, kita bisa mulai menunjukkan buku dan membaca di sebelahnya. Ketika ia berusia 6-9 bulan, kita bisa memangkunya atau duduk di sebelahnya dan nampilkan buku sederhana untuk “dibaca” bersama-sama. Ketika ia berusia 1-2 tahun, kita bisa membaca bersama dan memintanya untuk pura-pura memegang buku yang kita baca. Ketika berusia 2-5 tahun, kita bisa bersama-sama membaca bersama buah hati kita, kita bisa meminta bantuannya untuk membuka halaman per halaman dan kita bahkan sudah bisa mengajaknya memilih buku yang ia suka di toko buku.

Adakah referensi jenis buku?

Apakah ada referensi judul buku yang baik dibaca anak? Tidak ada. Semua buku dan bacaan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing untuk setiap anak. hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah menyesuaikan tahap perkembangan anak dengan jenis buku yang ada.

* Catalogue book (0-6 bulan)

Catalogue book adalah buku tanpa cerita. Biasanya di tiap halaman berisi gambar benda dengan namanya dibawahnya atau gambar aktivitas dan nama aktivitas dibawahnya. Biasanya buku ini berbentuk board book.

* Picture book (7 bulan-3 tahun)

Picture book adalah buku cerita yang teksnya masih sedikit. Tiap halaman biasanya berisikan 1-2 kalimat. Dalam buku ini biasanya ada hubungan langsung antara teks dengan gambar. Buku jenis ini dapat terus digunakan sampai anak bisa membaca sendiri.

* Longer picture book (3 Tahun- 6 tahun)

Longer picture book adalah buku cerita yang teksnya sudah lebih banyak per halaman dan ceritanya lebih panjang, biasanya terdapat 2-5 kalimat.

* Illustrated chapter book (6/7 tahun – 12 tahun)

Illustrated chapter book adalah buku cerita yang teksnya sudah banyak, ceritanya mulai panjang (sudah dibagi dalam bab) tetapi masih ada ilustrasinya. Buku jenis ini cocok untuk anak usia 6 tahun keatas, terutama saat ia sudah mulai belajar membaca namun masih mudah bosan untuk membaca dalam durasi yang panjang.

* Short novel, novel dan story collection.

Ketiga jenis buku ini dapat diperuntukkan kepada anak diatas usia 12 tahun yang diasumsikan sudah mahir membaca. Ketiga jenis buku ini memiliki kesamaan, yaitu tidak lagi menggunakan ilustrasi gambar. Namun mereka memiliki perbedaan dalam panjang cerita dan jumlah cerita dalam satu buku. Short novel memiliki satu cerita pendek didalamnya, novel memiliki satu cerita dalam durasi yang panjang sedangkan story collection memiliki beberapa cerita yang masing-masingnya berbeda durasi dalam satu buku yang sama.

Sumber : http://popsy.wordpress.com

Jumat, 17 Juni 2011

Inilah tips saat anak mengamuk

 
Anak yang mengamuk di tempat publik mungkin akan membuat Anda sangat malu. Sebagian orangtua juga sering tidak tahu harus berbuat apa sehingga memilih untuk "bernegosiasi" dengan anak, yang penting dia tidak lagi menjerit dan berguling-guling di lantai. Namun, sebenarnya ada yang perlu diketahui seputar perilaku tantrum (mengamuk) yang dilakukan anak. Menurut Dr Brenna E Lorenz, peneliti dari University of Guam, kita perlu memahami mengapa anak mengalami tantrum. Ia mengamuk karena dorongan amarah dari dalam dirinya. Sementara, kemarahan ini berakar dari rasa takut. Misalnya, "Kalau saya tidak mendapat mainan ini sekarang, sampai kapan pun saya tidak akan dibelikan orangtua saya." Rasa takut ini kemudian digantikan oleh rasa sedih karena merasa dia tidak mendapat hal yang ia inginkan. Itu sebabnya, ia menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan.
Sebagai orangtua, hal terbaik yang perlu dilakukan pada situasi seperti ini bukanlah menyerah pada keinginan anak dan memenuhinya. Meskipun hal ini adalah solusi paling mudah, terutama apabila Anda sudah lelah atau masih harus mengurus anak lainnya. Sekali Anda menyerah, anak akan kembali melakukan hal yang sama karena ia tahu dengan cara itu ia bisa mendapatkan keinginannya. Untuk itu, Anda perlu lebih banyak berbicara dengan anak agar ia terbiasa untuk mengemukakan emosinya dengan cara yang lebih positif.
Lorenz juga memberikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan orangtua saat anak mengamuk:
1. Tetaplah tenang dan berpikir jernih. Berfokuslah pada penyebab dia mengamuk dan abaikan perilaku buruknya, hingga akhirnya ia menyadari bahwa cara "berkomunikasi" seperti itu tidak membuahkan hasil.
2. Hindari menghukum anak. Berteriak atau bahkan memukul anak hanya akan membuat tantrumnya menjadi lebih parah. Dalam jangka panjang, perilaku ini akan ia pertahankan.
3. Jangan memberi apa yang ia inginkan. Menyerah pada keinginannya hanya akan membuatnya melegalkan aksi tantrum untuk mendapatkan yang ia inginkan.
4. Jaga agar anak tetap berada dalam keadaan aman meski sedang mengamuk.
5. Apabila memungkinkan, tempatkan dia di tempat yang khusus agar tidak mengganggu atau melukai orang lain ataupun dirinya sendiri.
6. Jangan biarkan reaksi negatif dari orang sekitar Anda memengaruhi bagaimana Anda menangani tantrum anak.

Sumber : TRIBUNNEWS.COM 

Kamis, 16 Juni 2011

Supaya sikecil tidak kemayu

KESEMPURNAAN pertumbuhan anak bukan meliputi aspek fisik ataupun intelegensi semata. Secara sosial, perilaku anak diharapkan sesuai gender. Bagaimana bila si putri cantik berubah tomboi atau si putra ganteng menjadi kemayu?

Sesuai perkembangan usia, anak semakin memahami konsep lawan jenis. Selain kemampuan berpikirnya semakin baik, anak pun mulai mengetahui perbedaan fisik lewat melihat dan menyentuh tubuhnya sendiri.

Orangtua turut mengarahkan konsep lawan jenis ini lewat beberapa stereotip dan tuntutan moral yang dibebankan kepada anak, misalnya anak perempuan harus bermain boneka, memakai rok, berambut panjang, harus bersikap lembut, sedangkan anak laki-laki harus berambut pendek, bermain mobil-mobilan, dan sebagainya

Lantas, bagaimana memberikan lingkungan pengasuhan kondusif supaya anak bisa tumbuh normal? “Kita mengharapkan anak berperilaku tertentu, maka kita harus mencontohkan si anak pada perilaku tersebut. Misal, kita mau anak berbagi kepada sesama, maka kita harus ajak dia untuk sering berbagi hingga akhirnya dia akan senang berbagi,” kata Anna Ariani Surti Psi, kepada okezone usai media briefing “Inovasi Terbaru Frisian Flag Susu Cair Tepat Usia” di FCone fX, Jakarta, Selasa (10/5/2011).

Memberi contoh perilaku yang diinginkan termasuk ketika orangtua ingin mendidik anak sesuai jenis kelamin mereka.

“Ajak anak perempuan main boneka dan kalau pakai rok, bilang dia seperti putri cantik. Untuk anak laki-laki, katakan dia gagah kalau pakai baju cowok dan lainnya,” tambah wanita yang akrab disapa Nina ini.

Konsep soal gender differences ini, ditukaskan Nina, semestinya dibedakan dengan konsep sex differences. Sayang, masyarakat masih sering salah kaprah, padahal keduanya berbeda.

“Sex differences lebih kepada, misalnya, edukasi soal alat reproduksi yang memungkinkan perempuan bisa melahirkan, dan seterusnya,” tukasnya.

“Tapi, ada beberapa konsep gender differences yang kita pikir itu pembeda laki-laki dan perempuan, misalnya anak perempuan enggak boleh main sambil loncat-loncat. Padahal, apa hubungannya sama gender? Toh nantinya, loncatan perempuan akan beda sama laki-laki. Kadang, orangtua suka khawatir, kan enggak gitu juga,” jelasnya.

Menurut Nina, konsep sex differences sebaiknya diberikan mulai bayi (usia 0-12 bulan), salah satunya ajarkan anak tentang alat kelamin mereka tidak dengan julukan.

“Sebutkan alat kelamin dengan vagina dan penis, bukan dengan burung, kacang, dan sebagainya. Orangtua juga harus menghormati perbedaan jenis kelamin. Saya agak miris pas lihat anak disuruh ganti baju di pinggir kolam renang oleh orangtuanya. Ini tentu bukan pendidikan seks yang baik,” tukasnya. 


Sumber : Fitri Yulianti - Okezone

Tips menghadapi anak pemarah




Orangtua seringkali menghadapi kemarahan anak yang cenderung agresif sehingga sulit memahami kemarahan mereka dan hal tersebut malah membuat orangtua binggung dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi dan meredam kemarahan si anak.

Banyak cara anak dalam mengekspresikan kemarahannya ada yang langsung mengutarakan keinginannya pada orangtua sambil marah-marah dan menangis, bahkan ada yang sampai melempar dan membanting barang-barang, atau adapula anak yang ngambek bersikap diam dan cenderung menarik diri karena memendam rasa marahnya.

Sebenarnya ada beberapa sebab mengapa anak marah atau bahkan menjadi pemarah, biasanya karena Janji Pada Anak yang Tidak Kita Tepati, Mencari Perhatian, Dipaksa Disiplin, Cemburu Pada Saudara, Orangtua yangTerlalu Mendikte, Tidak Mampu Menyesuaikan Diri Dengan Perubahan atau bahkan bisa jadi mereka meniru orangtua mereka sendiri. Jadi sebisa mungkin kita selalu berusaha bersikap baik dan sopan didepan anak, jangan sekali-kali marah-marah atau malah berkelahi di depan mereka.

Itu sebabnya sebenarnya orangtua adalah contoh utama dalam perkembangan watak dan sikap anak, disamping itu kekompakan dan konsistensi dalam menghadapi mereka adalah kunci keberhasilan dalam mendidik anak.

Berikut akan disampaikan Cara Tips & Trik Menghadapi Kemarahan Anak berdasarkan sebab2 kemarahan mereka :



A. Jika anak marah karena JANJI PADA ANAK YANG TIDAK DITEPATI

     berikut CARA TIPS & TRIK BERJANJI SECARA BIJAK:

  1. Ketika membuat janji sebaiknya gunakan konsep waktu yang jelas. Bila perlu tunjukkan kalender kepada anak dan beritahu kapan kita bisa menepati janji. Jangan gunakan kata “nanti” karena dapat diartikan si anak hari ini atau besok. 
  2. Sebaiknya jangan mengobral janji pada anak yang belum tentu dapat kita tepati. Pikirkan dulu baik-baik ketika akan membuat janji pada anak. 
  3. Jangan menjanjikan sesuatu agar si anak berhenti menangis atau berhenti bertingkah nakal, karena anak akan cenderung mengulanginya lagi untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. 
  4. Buat reminder atau catatan janji kita pada anak, perlakukan mereka seperti klien kita di kantor bahkan jadikan mereka klien utama anda.
B. Jika anak marah karena MENCARI PERHATIAN
     berikut CARA TIPS & TRIK MENGHADAPI MEREKA:

  1. Memeluknya dan mengungkapkan kata sayang pada anak adalah ungkapan paling mudah yang dapat diartikan anak sebagai wujud kasih sayang orangtua. 
  2. Tetap bersikap tenang, jangan panik dan buru2 memenuhi keinginan mereka ketika sedang marah, jika tidak kemungkinan besar anak akan mengulangi perilaku marah mereka. 
  3. Menggoda dengan humor dan menggelitik anak, sambil menanyakan mengapa mereka marah. Terkadang cara ini cukup berhasil. 
  4. Hindari kata “tidak” dan “jangan” pada anak. Gunakan suara tenang jangan berteriak dan bernada marah. 
  5. Sampaikan pada anak ada cara lain yang lebih baik untuk memperoleh perhatian, saat menyampaikan ini usahakan anda dekati mereka posisikan diri anda sejajar dengan anak dan lakukan kontak mata. Berikan pujian positif apabila anak menuruti anda dan berperilaku baik. 
  6. Sampaikan pada anak untuk bersikap sabar, apapun yang mereka inginkan perlu waktu dan usaha. Dan beri pujian bila ia mampu untuk lebih bersabar. 
  7. Berikan timeout dengan membiarkan anak untuk menenangkan diri disuatu ruangan yang tenang. Jangan pernah mengatakan “masuk kamar sekarang, dan jangan keluar sampai kamu perbaiki tingkah lakumu !”, cukup katakan pada mereka “tenangkan dirimu dulu jika merasa lebih baik baru kita bicara”. 
C. Jika anak marah karena DIPAKSA DISIPLIN
     berikut CARA TIPS & TRIK MENUJU DISIPLIN YANG EFEKTIF


  1. Untuk mengubahperilaku buruk anak, orangtua juga harus mengetahui motivasi dibalik tingkah lakunya. Misalnya karena bosan, cari perhatian, balas dendam atau ingin unjuk kekuatan. 
  2. Tentukan batasan yang jelas pada anak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dengan detil. 
  3. Terapkan batasan atau aturan tersebut pada setiap anak dalam keluarga termasuk orangtua. 
  4. Konsekuensi disiplin yang sama seperti kasus sebelumnya. Tanpa konsekuen dalam disiplin akan membingungkan anak. 
  5. Jangan memberi disiplin dimuka umum akan membuat anak malu dan marah, bicarakanlah berdua saja dengan anak. 
  6. Dibutuhkan ketegasan orangtua dalam menerapkan disiplin, namun jangan melakukannya dengan berteriak dan membentak anak. Sampaikan semuanya dengan tenang tapi jelas. 
  7. Jangan pernah menghukum anak secara fisik seperti memukul. 
  8. Berikan sanksi segera setelah anak melakukan kesalahan jangan pernah menundanya, hal ini akan membuat anak mengira orangtua tidak sungguh2 menerapkan disiplin. 
  9. Orangtua perlu melakukan pengawasan sejauh mana anak bersungguh2 menjalankannya.
  10.  
    sumber : http://id.shvoong.com

Fase Negativisme Anak, Saat Pembangkang Cilik Sering Berulah

Setiap anak akan mengalami fase negativisme yang ditunjukkan dengan perilaku penolakan dan membangkang. Bagaimana mengatasinya agar tak berlanjut?

Penting dipahami, semakin anak dilarang, perilaku negativitik akan semakin menjadi. Nah, agar hal tersebut tak terjadi, inilah beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua:

Hindari terlalu banyak menggunakan kata "tidak" atau "jangan". Untuk melarang anak sebaiknya pilih kata positif. Contoh, "Sayang, kita main air di kamar mandi yuk sekalian mandi sore", ketimbang, "Mama kan sudah bilang, jangan main air kran. Basah semua deh."

Beri kesempatan pada anak untuk melakukan apa yang diinginkannya - tentu saja sejauh tidak membahayakan - tapi tetap dengan pendampingan. Misal, anak ingin membantu menyiram tanaman, sediakan gembor/gayung kecil, lalu ajari anak bagaimana menyiram tanaman dengan air secukupnya.

Biasakan mengajak anak berdialog sejak kecil, meski perkembangan bahasanya masih terbatas. Umpama, anak menolak permintaan orangtua, tanyakan mengapa ia tidak mau, pancing jawabannya lalu coba arahkan bagaimana seharusnya. Terlebih di usia prasekolah, umumnya penolakan anak disertai dengan alasan. Contoh, "Aku enggak mau makan. Sayurnya pahit."

Ini karena kemampuan kognitif dan bahasa anak sudah semakin berkembang, demikian juga kemampuan sosialnya. Pada usia ini anak semakin menyadari bahwa mereka dapat bertindak secara mandiri, sesuai keinginannya. Dengan kata lain anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki kekuatan (power) untuk bertindak sesuai kehendaknya.

Berikan pilihan terbatas. Misal, anak tidak mau segera tidur, orangtua bisa menggunakan kata, "Adek mau gosok gigi dulu atau ganti baju dulu baru tidur?" Dengan begitu anak merasa dilibatkan saat pengambilan keputusan.

Hindari ancaman/paksaan. Selain membuatnya makin menolak, jadi anak belajar bahwa segala hal bisa diselesaikan dengan ancaman/paksaan bukan dengan dialog dan saling mendengarkan.

Memang masa “bandel”, “ngeyel”, “keras kepala” sudah dimulai sejak usia di bawah tiga tahun (1-2,5 tahun) dan masa ini berlanjut sampai awal remaja (pra remaja). Anak itu dalam masa mencoba mengetahui sampai di mana keinginannya bisa disampaikan atau diekspresikan.

Biasanya keinginan membangkang di usia-usia tersebut muncul karena perasaan lelah. Maka dari itu, kegiatan atau apa pun yang menarik dan menghibur si anak akan membuatnya senang dan lebih tenang. Yang jelas, kadang anak-anak membangkang itu tidak dalam rangka memaksakan kemauannya, yang menguntungkan dirinya, kadang-kadang tujuannya hanya sekedar agar ia dapat bersikap melawan pendapat orang yang lebih besar atau dewasa darinya. Bila memang seperti itu keadaannya, pembangkangan yang dilakukan pada setiap orang ya dalam rangka pelampiasan kepada setiap orang dan terhadap apa pun yang ia akan melawan.

Kamis, 09 Juni 2011

10 Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak

[1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak

Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.

Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.

[2]. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain.
Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.

Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.

[3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.

Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri,
tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.

[4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak

Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.

[5]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak

Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.

[6]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.

Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.

[7]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran

Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik

[8]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.

Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.

[9]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.

Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.

[10]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya

Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.