Kamis, 16 Juni 2011

Supaya sikecil tidak kemayu

KESEMPURNAAN pertumbuhan anak bukan meliputi aspek fisik ataupun intelegensi semata. Secara sosial, perilaku anak diharapkan sesuai gender. Bagaimana bila si putri cantik berubah tomboi atau si putra ganteng menjadi kemayu?

Sesuai perkembangan usia, anak semakin memahami konsep lawan jenis. Selain kemampuan berpikirnya semakin baik, anak pun mulai mengetahui perbedaan fisik lewat melihat dan menyentuh tubuhnya sendiri.

Orangtua turut mengarahkan konsep lawan jenis ini lewat beberapa stereotip dan tuntutan moral yang dibebankan kepada anak, misalnya anak perempuan harus bermain boneka, memakai rok, berambut panjang, harus bersikap lembut, sedangkan anak laki-laki harus berambut pendek, bermain mobil-mobilan, dan sebagainya

Lantas, bagaimana memberikan lingkungan pengasuhan kondusif supaya anak bisa tumbuh normal? “Kita mengharapkan anak berperilaku tertentu, maka kita harus mencontohkan si anak pada perilaku tersebut. Misal, kita mau anak berbagi kepada sesama, maka kita harus ajak dia untuk sering berbagi hingga akhirnya dia akan senang berbagi,” kata Anna Ariani Surti Psi, kepada okezone usai media briefing “Inovasi Terbaru Frisian Flag Susu Cair Tepat Usia” di FCone fX, Jakarta, Selasa (10/5/2011).

Memberi contoh perilaku yang diinginkan termasuk ketika orangtua ingin mendidik anak sesuai jenis kelamin mereka.

“Ajak anak perempuan main boneka dan kalau pakai rok, bilang dia seperti putri cantik. Untuk anak laki-laki, katakan dia gagah kalau pakai baju cowok dan lainnya,” tambah wanita yang akrab disapa Nina ini.

Konsep soal gender differences ini, ditukaskan Nina, semestinya dibedakan dengan konsep sex differences. Sayang, masyarakat masih sering salah kaprah, padahal keduanya berbeda.

“Sex differences lebih kepada, misalnya, edukasi soal alat reproduksi yang memungkinkan perempuan bisa melahirkan, dan seterusnya,” tukasnya.

“Tapi, ada beberapa konsep gender differences yang kita pikir itu pembeda laki-laki dan perempuan, misalnya anak perempuan enggak boleh main sambil loncat-loncat. Padahal, apa hubungannya sama gender? Toh nantinya, loncatan perempuan akan beda sama laki-laki. Kadang, orangtua suka khawatir, kan enggak gitu juga,” jelasnya.

Menurut Nina, konsep sex differences sebaiknya diberikan mulai bayi (usia 0-12 bulan), salah satunya ajarkan anak tentang alat kelamin mereka tidak dengan julukan.

“Sebutkan alat kelamin dengan vagina dan penis, bukan dengan burung, kacang, dan sebagainya. Orangtua juga harus menghormati perbedaan jenis kelamin. Saya agak miris pas lihat anak disuruh ganti baju di pinggir kolam renang oleh orangtuanya. Ini tentu bukan pendidikan seks yang baik,” tukasnya. 


Sumber : Fitri Yulianti - Okezone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar